DBL Arena Surabaya, 29 Juni 2013

nblindonesia.com - 24 Jun 2013
Tak Kalah Dibandingkan Rodman
Mengenal Horace Grant, Pemegang Empat Cincin Juara NBA

SUKSES Chicago Bulls meraih three-peat champions pertama seolah-olah hanya karena jasa Michael Jordan dan Scottie Pippen. Padahal, peran Horace Grant juga amat signifikan. Karena jasanya paling jarang disebut, Grant dianggap sebagai pemain paling underrated dalam sejarah NBA.

---

PADA awal 1980-an, Chicago Bulls hanyalah tim pecundang, pinggiran, dan terlupakan. Bermain di stadion yang jelek, Bulls hanya diperkuat oleh pemain-pemain yang juga secara kualitas menyedihkan.

Titik balik Bulls terjadi dalam dua momen penting. Pertama, saat mereka men-draft Michael Jordan pada 1984. Dan yang kedua, saat Bulls mengambil Scottie Pippen dan Horace Grant di pilihan nomor lima dan sepuluh ronde pertama draf NBA 1987.

Dalam dua musim awalnya di Bulls, Grant hanya menjadi back-up rebounder utama dari salah seorang big man terbaik liga saat itu, Charles Oakley. Kesempatan menjadi starter akhirnya datang pada musim 1989-1990 ketika Oakley di-trade ke New York Knicks.

Trio Jordan-Pippen-Grant lantas menjadi salah satu kekuatan paling menakutkan di NBA. Tetapi, selalu saja mereka gagal mencapai final. Sebab, dua kekuatan wilayah timur Boston Celtics dan Detroit Pistons amat susah ditaklukkan.

Pada musim kedua, Grant menjadi starter reguler. Keberuntungan Bulls datang juga. Pemain kelahiran Augusta, Georgia, tersebut membantu Bulls menjadi juara NBA kali pertama pada 1991, membantai Magic Johnson dan Los Angeles Lakers 4-1.

Grant tetap menjadi komponen kunci Bulls untuk meraih tiga gelar secara beruntun alias three-peat champion. Berposisi sebagai power forward atau center, Grant adalah rebounder utama Bulls dan opsi ketiga pencetak skor setelah Jordan dan Pippen.

''Tiga cincin ini punya arti sangat besar. Sebab, inilah tim pertama yang memenangi tiga gelar secara beruntun setelah dinasti Boston Celtics (1960-an),'' kata Grant.

Banyak yang tidak menyadari bahwa Grant begitu konsisten. Pada musim 1991-1992, dia mencetak rata-rata 14 poin dan 10 rebound per-game. Saat Jordan pensiun semusim sesudahnya, Grant menjadi bintang kedua setelah Pippen. Namun, Bulls gagal mempertahankan gelar. Tetapi, justru Grant meraih prestasi individual tertingginya saat itu, terpilih masuk NBA All-Star pada 1994.

Membandingkan Grant dengan Dennis Rodman, rebounder utama Bulls era three-peat kedua (1996-1998), adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Lantas, siapa yang lebih hebat, Rodman atau Grant?

Keduanya jelas memiliki peran yang sangat integral dalam kesuksesan Bulls meraih enam gelar dalam delapan musim. Rodman yang eksentrik lebih populer. Dia ikut membantu Bulls tidak hanya sebagai tim basket, tetapi menjadi sekumpulan bintang rock.

Tetapi, apakah secara teknis Rodman lebih baik ketimbang Grant? Tunggu dulu. Grant adalah pemain yang sangat efektif. Dia memang tenang, jauh dari sorotan. Namun, Grant adalah pemenang. Tambahan lagi, pemain yang dikenal karena gaya kacamatanya itu adalah rebounder yang bagus, terutama offensive rebound.

Memang Rodman adalah defender dahsyat yang bisa menjaga lawan di tiga posisi berbeda. Tetapi, Grant juga begitu. Pria yang sekarang berusia 47 tahun tersebut membawa elemen yang tidak dimiliki Rodman: kemampuan blocking. Dalam soal kemampuan mencetak skor, Grant jelas jauh lebih baik.

Grant juga memiliki kemampuan scoring jauh di atas Rodman. ''Intinya, jangan egois. Bagi bolanya dan jangan selalu mengharapkan Michael (Jordan) mencetak poin setiap saat. Setiap pemain wajib menuntaskannya menjadi angka saat ada open shot,'' kata Grant.

Atas kemampuannya yang baik itu, sangat disayangkan tidak banyak fans Bulls yang menganggap penting peran Grant. Jadi tidak salah Grant disebut-sebut sebagai pemain paling underrated dalam sejarah NBA. Padahal, dia adalah bagian penting kebangkitan pertama Bulls dari tim pinggiran menjadi yang terbaik di dunia.

Lepas dari Bulls, Grant bersama Shaquille O'Neal dan Penny Hardaway membawa Orlando Magic menembus final NBA 1995. Cincin juara Sang Jenderal -julukan Grant- bertambah ketika dia meraih juara bersama O'Neal dan Kobe Bryant di Los Angeles Lakers pada 2001.

Jadi, menonton pemain sekaliber Grant berlaga di Speedy NBL Indonesia All-Star pada 29 Juni nanti di DBL Arena merupakan pengalaman mengasyikkan. Apalagi, Grant datang bersama mantan pemain NBA dan legenda streetball Rafer Alston. (nur/c4/ham)

---

Horace Grant dan Kacamata

HORACE Grant mungkin adalah pemain berkacamata yang paling dikenal dalam sejarah NBA. Grant memang memiliki masalah penglihatan. Namun, dia mengubah problem menjadi ikon fashion. Inilah evoluasi kacamata yang dilakukan Grant sejak musim rookie-nya di Chicago Bulls pada 1987.

Chicago Bulls (1987-1994)
Grant mengenakan dua jenis kacamata saat berkarir di Chicago Bulls. Pertama, kacamata ber-frame hitam untuk laga kandang dan frame putih untuk pertandingan tandang.

Orlando Magic (1995-1999)
Grant mengganti warna kacamatanya menjadi biru untuk menyesuaikan dengan kostum Orlando Magic. Jenisnya sama dengan saat bermain untuk Bulls.

Seattle SuperSonics (1999-2000)
Masih mengenakan jenis yang sama, Grant memilih frame abu-abu untuk kacamatannya saat membela Seattle Supersonics.

Orlando Magic (2001-2003)
Kembali ke Magic, Grant mengenakan kacamata jenis baru. Tidak lagi menggunakan karet yang dililitkan.

Los Angeles Lakers (2000-2001, 2003, dan 2004)
Grant rutin menggunakan frame kuning saat membela Lakers dalam dua kali kesempatan. Jenisnya sama dengan yang kenakan di era keduanya di Magic.
(nur/c4/ham)

Story Provided by Jawa Pos


Telkom Speedy DBL Indonesia Bank BRI Chevrolet Indonesia MitraNET Mikasa League Kompas TV 89.7 FM Surabaya - Hard Rock FM 98.7 Gen FM Surabaya Jawa Pos Group Perbasi MPM Motor SONY XPERIA 94.8 DJFM Surabaya
 

National Basketball League Indonesia | Contact Us
Copyright © 2010 PT DBL Indonesia, All rights reserved.
Any commercial use or distribution without the express written consent of DBL Indonesia is strictly prohibited.