RAMAH: Para camper Honda DBL 2014 berfoto bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Balai Kota Surabaya tadi malam. Foto ba wah, trainer WBA, NBL interpreter, dan Commissioner DBL Azrul Ananda bertukar cenderamata dengan Tri Rismaharini. (Foto: Dite S
INI adalah hari yang mendebarkan bagi para camper Honda Developmental Basketball League (DBL) Camp 2014. Apakah mereka masuk menjadi bagian dari skuad Honda DBL Indonesia All-Star 2014 dan berkesempatan berangkat, belajar, dan bertanding di Amerika Serikat pada November mendatang, atau tidak?
Ya, malam ini akan diumumkan 12 kandidat putra dan 12 kandidat putri DBL All-Star 2014 dari camper 24 besar plus empat camper dari jalur wild card. Most valuable player (MVP) untuk putra dan putri juga bakal dipilih.
Dalam latihan dua hari terakhir Honda DBL Camp 2014 di DBL Arena, Surabaya, camper 24 besar dibekali dua hal utama, yakni pengembangan pola permainan dan scrimmage game. Kemampuan camper dalam menerapkan strategi yang diminta trainer dari World Basketball Academy (WBA) Australia dinilai dan diperhatikan dengan detail.
Para trainer dari WBA, yakni Andrew Vlahov, Shane Froling, Jason Cuperus, Donna Cuperus, Mark Heron, serta Kyle Armour bakal turun langsung untuk menilai. Mereka akan dibantu NBL interpreter, yakni Jerry Lolowang, Xaverius Prawiro, Kaleb Ramot Gemilang, dan Ferdinand Damanik.
'Persaingan memperebutkan tempat di tim makin ketat. Untuk mendapatkannya, setiap pemain memang harus mengerahkan dan menunjukkan seluruh kemampuan yang dimiliki kepada kami,' jelas Froling.
Camper pun tampak sangat memahami itu. Pada latihan kemarin mereka tampil habis-habisan, apalagi pada sesi scrimmage game. Setiap camper seakan tidak mau mengalah dan tampil penuh semangat.
Maklum, dua hari terakhir ini memang merupakan penilaian akhir bagi penampilan mereka di Honda DBL Camp 2014. Hanya ada dua pilihan bagi camper. Terpilih atau terhenti sampai tahap ini.
'Saya tidak mau kalah. Harus tetap semangat. Meski kalah size, berarti saya harus menang di kecepatan,' jelas Bryant Ariel Wijaya, camper asal SMA Tiara Kasih Jakarta.
Di antara 24 besar camper putra, Bryant memang yang paling mungil dengan tinggi badan 162 cm. Dia harus bersaing ketat dengan beberapa pemain lain yang juga berposisi point guard dengan postur yang lebih tinggi.
'Secara umum, 24 besar putra maupun putri memiliki skill yang bagus. Kemampaun mereka dalam menerjemahkan apa yang menjadi keinginan pelatih di lapangan terus kami gembleng untuk ditingkatkan,' tutur Jerry Lolowang, pelatih NBL interpreter.
Sementara itu, dari GOR Pacific Surabaya, 162 camper beradu skill dan bersaing merebut empat tiket wild card. Persaingan makin ketat setelah camper yang gagal ke 24 besar bergabung kemarin. Para camper tersebut bergabung bersama mereka yang gagal menembus 50 besar.
'Sebenarnya, saya agak pesimistis karena ada tambahan camper yang gagal ke-24 besar. Secara kualitas, mereka di atas saya. Tetapi, saya akan mencoba melakukan sebaik mungkin,' kata Dwinda Sonja Moerbeek, camper asal SMAN 8 Jogjakarta.
Di GOR Pacific, mereka yang mengejar wild card menjalani turnamen yang dibagi dalam enam tim putra dan enam tim putri. Mereka dilatih pelatih yang lolos 12 besar. Itu nanti bukan hanya evaluasi dan penilaian buat camper, melainkan juga pelatih untuk menjadi empat pelatih terbaik dan berangkat ke Amerika.
"Dari 12 pelatih, nanti kami pilih empat orang yakni dua head coach putra/putri dan dua coach assistant putra/putri," kata Ragil Ar Rasyid, BO PT. DBL Indonesia.
Kriteria yang dia terapkan dalam memilih pelatih adalah memiliki coaching skill yang mumpuni. Selain itu, bagaimana pelatih mampu membuat metode latihan jangka pendek yang efektif dan efisien. "Waktu persiapan tim DBL All-Star sangat pendek," lanjutnya. (irr/okt/c19/ham)
Story Provided by Jawa Pos