KABIN LAPANG: Komink mencoba Mobilio bersama orang tuanya didampingi Ang Hoey Tiong, presiden direktur PT Istana Mobil Surabaya, kemarin.(Foto: Farid Fandi / Jawa Pos)
BINTANG Pelita Jaya Energi-MP Ponsianus ''Komink'' Nyoman Indrawan sangat layak terpilih menjadi most valuable player (MVP) di Speedy NBL Indonesia 2013-2014. Dia sangat konsisten. Tampil di 32 di antara 33 pertandingan PJ, rata-rata dia turun 24 menit 58 detik per game. Pemain 191 cm itu tidak pernah absen yang disebabkan cedera. Hanya sekali dia tidak dimainkan karena kebutuhan rotasi.
Statistiknya juga paling menonjol. Dia berada di puncak kategori block per game (2,22) serta persentase field goal (54,36). Untuk rebound dan free throw, Komink masuk lima besar. Kontribusi poinnya bagi PJ musim ini juga luar biasa dengan mengemas 12,91 poin per game (urutan ketujuh di NBL Indonesia).
Bagaimana Komink menilai perjalanan musim reguler? Bagaimana dia melihat peluang PJ di championship series? Berikut petikan wawancara Jawa Pos dengan Komink.
Sejak seri III Solo, Jawa Pos sudah menulis soal prediksi Komink menuju MVP. Terbebani atau terganggu dengan itu?
Tidak karena sebenarnya saya tidak ada harapan. Tidak kepikiran. Baru pada seri terakhir, ketika banyak orang bilang, saya mikir... ah, masak sih.
Apa artinya menjadi MVP?
Motivasi ekstra. Saya benar-benar belum puas dengan ini. Justru ini menjadi pecut untuk tampil lebih baik lagi dan tidak mengecewakan orang-orang yang memilih saya sebagai MVP. Jadi, orang-orang tidak berpikir, 'Ah, Komink MVP kebetulan saja.'' Saya ingin buktikan bahwa ini memang karena usaha saya dan teman-teman saya.
Di antara sepuluh kandidat, selain kamu, siapa yang layak menjadi MVP?
Acong (Rony Gunawan). Dia bisa bawa timnya menjadi juara reguler. Soalnya, tahun lalu Pringgo (Regowo, Aspac) juga juara reguler kan? Soal statistik, kalau dibilang konsisten, dia lebih konsisten daripada saya. Ha.. ha.. ha. Saya kaget saja.
Penampilan terbaik Komink dalam 32 pertandingan musim ini?
Hmmm...ketika menang melawan Aspac di Jakarta (PJ menang 75-66, Komink mendulang 23 poin dan 13 assist). Kalau orang-orang bilang, wah Komink main bagus. Poinnya banyak dan rebound-nya banyak. Tetapi, kalau kalah, kan percuma. Yang penting menang itu tadi.
Peningkatan statistik musim ini apakah karena faktor game plan Coach Nathaniel Canson yang selalu memainkan empat pemain kecil dan satu besar sebagai starter?
Coach Nath tidak pernah menyiapkan game plan khusus untuk saya. Soal empat kecil dan satu besar, itu memang sudah menjadi kebiasaan Coach Nath. Di Muba (sekarang Hangtuah Sumsel IM, klub lama Coach Nath, Red), dia juga pakai satu big man. Kebetulan anak-anak juga cocok.
Soal statistik yang menonjol?
Jika kebetulan statistik saya menonjol, itu bukan karena saya sendiri. Itu usaha dari semua. Kalau dibilang naik, semua pemain naik. Samid (Dimas Aryo), Aceng (Ary Chandra), Yogi (Da Silva), mereka naik. Kelly juga selalu ada di saat kita paling butuh. Robert juga.
Soal perjalanan karir. Kamu pernah kuliah sastra Inggris di UGM. Tetapi, pindah ke Bimasakti untuk bermain profesional. Bagaimana ceritanya?
Waktu di UGM saya kasihan dengan tuh (Komink menunjuk orang tuanya, Ignatius Wayan Rukmana dan Ni Luh Sudarti). Mereka sampai pinjam-pinjam duit untuk bayar kuliah saya.
Saat itu Papa pensiun, Mama juga hanya guru SMP. Lalu, ada tawaran dari Bimasakti. Saya ditawari kuliah gratis, diberi tempat tinggal, diberi gaji, ya sudah... berangkat saja. Nggak mikir apa-apa, langsung berangkat. Apalagi, kuliah dibayari 100 persen.
Bagaimana rasanya meninggalkan Bimasakti yang telah kamu bela pada 2006 hingga 2009?
Pasti berat sekali. Saya sudah nyaman sekali di Bimasakti. Sempat kepikiran juga karena belum pernah tinggal di Jakarta. Kalau pindah ke Jakarta, istilahnya mengadu nasib.
Main di tim besar. Kalau di Bimasakti, kan saya tidak ada penggantinya. Jadi memang nyantai-nyantai saja. Kalau di PJ, ngulang lagi dari nol. Namun, akhirnya saya ke PJ karena banyak peluang lain di sana, termasuk masuk timnas.
Berbicara soal timnas, pada 2013 kamu tidak terpilih. Komentar kamu?
Banyak yang lebih layak daripada saya, ha..ha..ha..
Kecewa sih pasti. Sebab, timnas itu istilahnya puncak karir dari seorang atlet.
Waktu di SEA Games 2011, Indonesia gagal ke final karena kalah saat melawan Thailand (62-65). Bagaimana rasanya?
Itu luar biasa sakitnya. Parah itu. Mirip sekali saat kekalahan di final melawan Aspac musim lalu. Benar-benar nyesek. Sudah betul-betul nggak bisa ngomong apa-apa.
Itu titik terendah dalam karirmu?
Itu titik paling menyedihkan. Cuma, untungnya, kita bisa comeback. Waktu perebutan perunggu, ketika bermain dengan sedih, untung kami menang dan dapat perunggu (Indonesia menang melawan Malaysia 78-54).
Apa yang dipersiapkan dalam dua pekan ini sebelum championship series ini?
Coach Nath lebih berfokus kepada defense. Juga transisi. Coach Nath bilang, ketika PJ menang melawan CLS di game terakhir seri VI, itulah PJ sebenarnya. Sekarang, bagaimana caranya kami harus mempertahankan standar seperti itu. (ainur rohman/c4/ang)
Story Provided by Jawa Pos