DIMANAPUN: Tayangan livestreaming Speedy NBL Indonesia bisa dinikmati dimana saja, melalui gadget maupun melalui komputer.
Bryan Perez itu seorang penggemar bola basket, penggemar musik, sekaligus ahli keuangan. Keinginan memudahkan customer membuatnya menemukan League Pass, tontonan bola basket NBA berbasis internet.
Eko Widodo, Jurnalis BOLA
–––
Perez adalah sarjana keuangan dari Universitas Texas. Cita-citanya sederhana, yakni menjadi penjaja event musik secara live.
Setelah lulus kuliah, ia memilih bekerja di Madison Square Garden (MSG), tempat pergelaran event musik live terbaik dunia. Tak hanya musik dan live show, ia pun keranjingan bola basket NBA. Ia belajar bagaimana MSG menggarap New York Knicks sebagai tontonan olah raga kelas dunia.
Perez bukanlah pemuja Knicks. Di hatinya hanya ada Houston Rockets, yang mengalahkan Knicks di final NBA 1994. Ia menyimpan t-shirt kemenangan Rockets. Ia pulang ke Texas, ketika konglomerat pemilik tim MLB Texas Rangers dan NFL Dallas Stars, Tom Hicks, mengajaknya membuat jaringan olah raga lokal di Texas.
Karena berlatar belakang orang kampung, filosofi Perez sederhana: memudahkan yang rumit. Pemogokan di NHL membuatnya keluar dan membuat jaringan radio Live Nation. Ia membuat radio dalam 93 web di sembilan negara.
Dalam waktu yang paralel, NBA dan mitranya, Turner Broadcasting System Inc., bekerja sama menggarap produk digital. Adalah David Levy (Turner) dan Adam Silver (NBA) yang melihat digital adalah bisnis menarik dan memudahkan fan menonton NBA.
Atas rekomendasi San Antonio Spurs, yang melihat antusiasme Perez menggarap digitalisasi statistik NBA, Perez pun diangkat sebagai komandan bisnis NBA-Turner itu, yang mengantarnya sebagai Head of NBA Digital sejak 2008.
"Tugas saya simpel. Saya menyederhanakan platform NBA TV, NBA.com, dan tayangan TV digital. Sekarang, lewat handphone Anda bisa menyaksikan NBA dari mana pun asal ada internet," kata Perez.
NBL Sudah Merintis
Saya sangat terbantu saat ada tayangan Speedy NBL Indonesia via streaming. Pekerjaan kantor yang tidak bisa ditinggal, membuat pergi ke Bandung pun untuk menonton seri keempat 2013/14, sangatlah sulit.
Ide menayangkan gim-gim Speedy NBL Indonesia via streaming memang brilian. Walaupun masih di level sederhana, jika dibandingkan dengan level streaming NBA di League Pass, tetapi ide ini berprospek bisnis.
Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan, pernah punya ide cemerlang "Saya ingin ada kantor pos dalam handphone," kata Budi. Bagaimana mau populer, hari gini siapa sih yang masih ke kantor pos berkirim surat, atau mengirim uang menggunakan wesel pos?
Menonton streaming itu pas untuk pekerja yang mobile mulai Senin sampai Jumat. Mereka bisa memaksimalkan waktu bekerja, tetapi tetap bisa menonton pertandingan tim favorit via gadget atau komputer kantor.
Banyak penggemar bola basket meminta saya mengkritik NBL yang tidak membawa event ini ke layar kaca nasional. Saya balik tanya, kalau ada unit bisnis yang merugi dan mengganggu cash flow perusahaan keseluruhan, Anda akan apakan unit bisnis itu? Menayangkan sebuah pertandingan di televisi itu berbiaya puluhan hingga ratusan juta, jadi gak boleh gegabah!
Kobatama dan IBL sudah terkapar karena secara hitungan bisnis memang tidak rasional. Subsidi dan nombok selalu menjadi kesimpulan dengan tinta merah di neraca keuangan.
NBL Indonesia belajar banyak dari kegagalan bisnis Kobatama dan IBL. Tayangan saat itu memang wah di layar kaca, tetapi keropos di neraca keuangan. Keuntungan yang harusnya milik klub dan pemain, terpaksa diberikan ke TV untuk membeli "air time".
Menstimulan Pasar
Bisnis olah raga yang ideal itu, pendapatan dari sponsorship rendah, tetapi tinggi dari hak siar TV, merchandise , dan below the line. Semuanya perlu pasar (market) yang distimulan.
Siapakah yang selama ini menstimulan market bola basket Indonesia? Insidental memang ada beberapa. Namun, yang kontinu menyapa rutin penggemar bola basket Indonesia secara face-to-face, hampir tidak ada.
Saya katakan hampir, sebab ternyata masih ada swasta-swasta yang peduli. Salah satunya adalah PT. DBL Indonesia, yang mengelola liga NBL Indonesia ini. Mereka juga mengelola bisnis kompetisi antar-SMA dan SMP. Tengoklah ucapan Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran dunia dan CEO Mark Plus.
"Sebagai sebuah brand, DBL memiliki positioning kuat. Diferensiasi juga sangat jelas. Kompetisinya hidup, menghibur, dan tak membosankan," kata Hermawan di ulang tahun DBL ke-10, tahun lalu.
Anak-anak muda penggemar bola basket itu sekarang menjadi pasar yang loyal. Pasar seperti inilah yang disasar oleh Bryan Perez saat menyederhanakan tayangan streaming di NBA, menjadi mudah diakses dan relatif murah.
Streaming Speedy NBL Indonesia sedang berjalan ke arah sana. Ibaratnya uang, virtual money sudah menumpuk, tinggal dikeruk. Saya kok percaya 100% bahwa pendapatan dari streaming yang digarap lebih serius lagi akan memberikan pendapatan lebih besar dari gate ticket revenue.
Jika Speedy NBL Indonesia sukses dengan model bisnis ini, olah raga Indonesia lain pasti akan mengikuti. Itu berarti olah raga Indonesia akan lebih baik. Menjadi pionir memang berat, tetapi kalau sukses, Anda otomatis adalah market leader. (*)