|
NEWS "Arah serang kesana, coach!". Role play komunikasi
wasit kepada pelatih dengan melibatkan eye contact,
ekspresi, gesture, dan suara.
nblindonesia.com - 11/03/2014
Memahami Body Language dan Game Language
Dalam sebuah perjalanan kereta menuju Solo beberapa waktu lalu, saya terlibat perbincangan seru dengan penumpang di kursi sebelah. Dia adalah salah seorang karyawan perusahaan teh kemasan di Semarang. Obrolan berlangsung santai, hingga kami saling menanyakan keperluan perjalanan masing-masing. Pembicaraan pun beralih soal basket. Kebetulan, dia dulunya aktif bermain basket hingga SMA. Karena sudah lama meninggalkan hobi basket, dia menanyakan perkembangan saat ini. Ada satu pertanyaan menarik darinya. "Apakah wasit saat ini masih sering dimarah-marahi oleh pelatih?" ujarnya. Sebelum menjawab, saya bertanya terlebih dahulu kepada beliau, "Memang dulu dimarah-marahi seperti apa, Pak?". Jawaban yang disampaikan membuat saya tertarik untuk berbincang lebih jauh bersamanya. Ia menjawab; "Dimarahi, dikejar-kejar, bahkan sampai diteror oleh tim yang kalah karena dianggap terima suap.” Afif Kurniawan, M.Psi. ––– Basket adalah olahraga kolektif, dimana di dalamnya terdapat berbagai elemen pelaksana pertandingan. Wasit adalah salah satunya. Salah satu dari sekian banyak faktor yang menentukan sebuah pertandingan akan berlangsung sukses atau memunculkan masalah yang berujung pada ketidakpuasan. Dalam Game Manual Management - FIBA, disebutkan bahwa dalam sebuah pertandingan akan ada 50% pihak yang bahagia, dan akan ada 50% pihak yang kecewa. Pihak-pihak tersebut adalah pelatih, ofisial, owner klub, pemain, dan para penonton yang membela timnya. Jelas bahwa elemen wasit tidak akan pernah ada di dalam angka berimbang tersebut. Banyak etika dalam tugas wasit di lapangan, dan jenis olahraganya membuat wasit tidak bisa melakukan trik-trik untuk memihak salah satu tim melalui keputusan di lapangan, karena akan sangat mencolok terlihat. Namun tetap saja, anggapan anggapan memihak justru muncul dari bahasa tubuh wasit, melalui ekspresi wajah, gerak tubuh, hingga sentuhan terhadap pemain atau pelatih di lapangan. Penelitian menyebutkan, bahwa komunikasi verbal hanya berperan 7%, sedangkan sisanya sebanyak 93% merupakan body language . Sebagian dari 93% inilah yang dianggap menjadi masalah dalam kepemimpinan wasit di lapangan. Body Languange adalah Game Language
Saat masih pertama mengenal basket, saya belajar mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan melalui signal wasit. Oh, itu travelling violation (dulu banyak juga yang menyebut walking ). Oh, itu double dribble , foul , dan banyak lagi. Wasit tidak menyampaikan secara verbal, ia menggunakan signal tangan dan badan untuk menunjukkan kejadian tertentu untuk pemain di lapangan. Ini adalah bukti bahwa bahasa tubuh lebih banyak mendominasi komunikasi antara wasit dengan penonton dan pemain. Inilah yang disebut sebagai Game Language , dimana penonton yang melihat akan mendapatkan kesepakatan mengenai yang mana pelanggaran, dan yang mana kesalahan, melalui bahasa tubuh wasit. Bahasa tubuh yang memang diatur dalam FIBA Rules Interpretation . Di luar itu, ternyata banyak bahasa tubuh lain yang dilakukan oleh wasit, yang bisa saja diinterpretasi sebagai game language atau bahakn diinterpretasi sebagai bahasa tubuh yang memihak salah satu tim. Seperti terlalu melindungi, mencemooh, meremehkan, merendahkan, atau yang sifatnya personal seperti terlihat terlalu percaya diri dan sebaliknya, serta terlihat gugup memimpin pertandingan. Berangkat dari fenomena itulah, pada Speedy NBL dan WNBL Indonesia 2013-2014 Seri Solo bulan Februari lalu diadakan kelas pengembangan diri untuk mengenali apa itu body language dan game language . Tujuannya, untuk memberi para wasit yang memimpin liga basket kasta tertinggi tanah air ini pemahaman dan keseragaman dalam bertindak, bersikap, dan membawa dirinya di lapangan saat bertugas. Materi dalam kelas tersebut meliputi empat hal: 1. Eye Contact ; meliputi komunikasi yang harus tetap terjaga dengan memastikan tingkat pemahaman satu sama lain melalui kontak mata. 2. Facial Expressions; meliputi jenis-jenis ekspresi wajah, enam ekspresi wajah terpopuler, keragaman ekspresi wajah, serta pemahaman bahwa ekspresi wajah merupakan bentuk reaksi pikiran dan perasaan dari seseorang yang tidak dapat disembunyikan. Mengelola ekspresi wajah, berarti mengelola pikiran dan perasaan pada saat yang bersamaan. Tidak bisa tidak. 3. Gesture; Posisi tubuh, bentuk tubuh, gaya berlari, menyentuh dan tidak menyentuh pemain serta filosofinya, dan bersalaman di awal dan akhir pertandingan. 4. Voice; artikulasi, intonasi, dan pemilihan kata yang tepat.
Pemberian materi ini bukanlah tanpa alasan. Berdasarkan kelas yang dilakukan, ternyata muncul fakta bahwa beberapa wasit memang tanpa sadar melakukan bahasa tubuh yang berpotensi menimbulkan tafsiran berbeda. Seperti gestur tubuh yang membungkuk saat pelatih mengajak berdiskusi, kedua tangan yang berada di pinggang saat jeda timeout atau kuarter, bahkan hal kecil seperti tos di udara antar wasit, atau dari wasit kepada pemain dapat menjadi sumber masalah. Contoh sederhana, ketika salah wasit memberikan tos di udara kepada salah satu pemain tim A, sedangkan pada pemain tim B ia bersalaman, maka maknanya bisa jadi ditafsirkan berbeda. Kelas yang berlangsung selama hampir 3 jam (padahal dijadwalkan hanya 1 jam 15 menit) banyak memberikan dinamika menarik. Yang paling penting adalah wasit dapat mengidentifikasi hal-hal apa yang secara tidak sadar dilakukan di lapangan dari segi gesture, ekspresi, dan tata kalimat. Masing-masing saling memberikan feedback, sehingga terjalin suasana yang begitu akrab. Efek sampingnya? Group Confidence para wasit ini meningkat. Mengembangkan body language agar tercipta game language yang baik tidak dapat dilakukan dengan instan, melainkan melalui proses dan ujian. Ujiannya didapatkan dari pertandingan-pertandingan yang dijalani. Sementara prosesnya dengan melihat kembali video saat bertugas, mencatat kekurangan, mengurangi yang tidak diperlukan, dan saling mendukung satu sama lain agar semakin berkembang. Satu hal yang pasti, para wasit kita terus berbenah dan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Semoga kemauan ini berbuah hasil nyata di lapangan. Mengabaikan faktor pemahaman peraturan oleh pemain dan pelatih yang beragam. Semoga body language yang konsisten dan seragam oleh para wasit dapat menciptakan game language yang baik, hingga nantinya 'kesalahpahaman' antarwasit, antara wasit dan pelatih dan pemain, atau antara wasit dengan penggemar olahraga ini (atau sebaliknya) semakin minim. Hingga terciptalah iklim pertandingan yang nyaman bagi semua pihak. Maju terus basket Indonesia!
Share this:
Tweet
|
Copyright © 2010 PT DBL Indonesia, All rights reserved.
Any commercial use or distribution without the express written consent of DBL Indonesia is strictly prohibited. |