BERDARAH INDONESIA: Ebrahim Enguio Lopez saat melawan Pacific, Kamis (13/2). (Foto: Farid Fandi/Jawa Pos)
Ebrahim Enguio Lopez, pemain naturalisasi Aspac Jakarta asal Filipina, sudah merasa sangat nyaman tinggal di Indonesia. Suasana nyaman dan makanan yang enak ikut mengerek performanya.
Ainur-Dimas, Solo
EBRAHIM Enguio Lopez santai saat menceritakan kehidupan masa kecilnya yang berat. Ketika usia Biboy -panggilan Ebrahim-10 tahun, orang tuanya bercerai.
Biboy lahir dari ayah orang Indonesia bernama Mohammed Salem Lukman Enguio. Ibundanya adalah Julieta Lopez Gaviano asli Filipina. Biboy lahir di Alabang Muntinlupa, Filipina, pada 31 Januari 1988.
''Ibu yang memanggil saya Biboy. Di Indonesia belum ada kan ?'' ucapnya lantas tersenyum setelah laga Aspac melawan Pacific Caesar Surabaya. ''Ketika Ayah dan Ibu bercerai, Ayah masih membiayai saya secara finansial,'' imbuhnya.
Mohammed Salem adalah orang asal Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Saat ini Salem yang tinggal di Bali masih menjalin kontak yang sangat intens dengan putranya.
Hidup dengan kondisi orang tua cerai justru membuat mentalitas Biboy tangguh. Ketika baru bermain di Indonesia musim ini bersama Aspac, Biboy langsung bisa beradaptasi dengan budaya, tradisi, dan lingkungan baru.
''Dia bukan tipikal pemain manja. Dia pemain nurut . Dia memberi contoh bagi pemain lain. Saat libur latihan, dia kadang latihan sendiri. Dia menjaga dengan baik badannya. Sangat profesional,'' puji owner Aspac Irawan ''Kim Hong'' Haryono.
Bagi Biboy, proses adaptasi yang cepat itu juga disebabkan dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia yang berasal dari sang ayah. Shooting guard bertinggi 183 cm itu menambahkan, proses penyatuan yang kilat juga terjadi karena andil pelatih kepala Aspac Rastafari Horongbala.
Perannya sebagai pemain cadangan cukup efektif. Sering, peformanya mampu menutupi penampilan pemain utama ketika seret poin. ''Saya hanya melakukan apa yang coach minta,'' ungkap pemain yang pernah membela Cobra Energy Drink di PBA D-League musim 2011-2012 itu.
Biboy nyaman di Indonesia karena makanannya enak-enak. Pria berusia 25 tahun itu sudah punya menu makanan favorit. ''Saya suka gudeg. It just taste good ,'' paparnya.
Namun, banjir dan macet membuat dia sedikit tidak betah berada di Jakarta. Dia mengeluhkan kondisi di Jakarta yang ruwet dan penuh sesak. ''Saya suka Solo karena tidak macet dan banjir,'' ujarnya, lantas tertawa. Selain di Solo, Biboy pernah berkunjung ke Batam, Jogjakarta, Surabaya, dan Bali.
Faktor-faktor itulah yang membuat Biboy semakin nyetel bermain dengan Aspac. Baru boleh turun sejak seri II Jakarta, Biboy menempati posisi kedua pemain tersubur sang juara bertahan dengan 138 poin dalam 10 pertandingan. Pemain tersubur Aspac hingga saat ini adalah forward Fandi Andika Ramadhani yang mengoleksi 147 poin. Namun, Rama melakukan itu dalam 15 game .
Field goal Biboy adalah yang terbaik dari semua pemain Aspac dengan 48,6 persen (55-113). Aksi-aksinya yang eksplosif juga sering mengundang decak kagum. (*/c4/ang)
Story Provided by Jawa Pos