|
NEWS KONSISTEN PENUH: Suasana Final Party Honda DBL 2013 D.I. Jogjakarta Series dimana Jogja berhasil mencetak rekor penonton terbanyak dalam sehari dengan lebih dari 9 ribu penonton. Jumlah penonton Honda DBL di Jogjakarta terus meningkat setiap tahunnya. (Moch Asim/Radar Jogja)
nblindonesia.com - 24/01/2014
Basket Menuju Olahraga Nomor Satu?
Catatan AZRUL ANANDA, Commisioner DBL, JRBL, NBL dan WNBL
Jumat hari ini (24/1), Honda Developmental Basketball League (DBL) 2014 dimulai dengan seri DI Jogjakarta, di GOR UNY. Mulai hari ini hingga September mendatang, kompetisi basket SMA terbesar di Indonesia itu bergulir, menghebohkan 25 kota di 22 provinsi. Dari Aceh sampai Papua. Total, 35 ribuan peserta bakal terlibat. Total, lebih dari 700 ribu penonton akan datang langsung ke gedung-gedung pertandingan, menyesaki gedung-gedung tersebut, merasakan langsung atmosfernya. Mungkin kita tidak perlu berpikir terlalu dalam untuk bisa menyimpulkan: Inilah ajang olahraga terbesar kedua di tanah air setelah liga sepak bola nasional. Dan Honda DBL mungkin juga bisa jadi indikator masa depan olahraga Indonesia. Apa pun prestasinya nanti di kancah internasional, basket menuju olahraga utama di tanah air. Terburuk, akan solid jadi olahraga kedua di Indonesia setelah sepak bola. Data dan angka yang menunjukkan itu akan disampaikan di kelanjutan tulisan ini… *** Entah mana yang lebih resmi: Ini musim ke-11 atau ketujuh penyelenggaraan… Secara resmi, kompetisi basket SMA yang dikenal dengan “DBL” sudah berlangsung sejak 2004. Itu berarti, musim 2014 ini adalah yang ke-11. Tapi, antara 2004 hingga 2007 kompetisi yang bermula sebagai “DetEksi Basketball League) itu hanya diselenggarakan di Surabaya, dengan peserta dari kawasan Jawa Timur. Jadi anggap saja itu Tahap 1. Tahap 2 pun dimulai… Seratus persen mengelola basket. Kini bukan hanya Honda DBL, tapi juga liga SMP Junior Basketball League (JRBL), plus liga profesional National Basketball League (NBL) dan Women’s National Basketball League (WNBL). Berbagai turnamen internasional diselenggarakan dan diikuti. Kerja sama internasional dijalin dengan berbagai negara. Termasuk di antaranya: Honda DBL adalah liga pertama di Indonesia yang menjalin kerja sama dengan liga paling bergengsi dunia, NBA. Pertumbuhan Honda DBL berjalan begitu cepat. Padahal, dari awal, prinsip “sustainable growth” ditekankan. Maksudnya, jangan berkembang terlalu cepat kalau tidak bisa mempertahankan fondasinya. Sekarang, memasuki tahun ketujuh “Honda DBL,” langkah besar telah diambil untuk membuat kompetisi ini lebih besar dari sebelumnya, dengan slogan “Bigger than Ever.” *** Dari dulu, saya percaya bahwa partisipasi jauh lebih penting dari prestasi. Prestasi butuh ongkos, yang makin lama terus berkembang dan terus diperjuangkan dan diperdebatkan. Prestasi juga bisa membuat ongkos jadi alasan. “Tidak cukup biaya” adalah alasan klasik kalau prestasi gagal… Biaya dari mana? Makin pusing lagi! Dan kalau partisipasi massal yang membiayai prestasi, maka yang didapat adalah sustainability. Pendapatan langsung (penonton) makin besar. Pendapatan lain-lain (merchandise dan lain-lain) makin besar. Dan, yang paling penting: Sponsor bisa makin senang… Honda DBL 2014 pun dikonsep dengan target partisipasi jauh lebih massal. Dengan jumlah kota tetap (nantinya akan terus bertambah), bakal ada sekitar 10 ribu peserta tambahan di kompetisi tahun ini! Honda DBL 2014 akan memberi kesempatan bagi mereka yang sebelum ini tidak bisa terlibat langsung, untuk terlibat langsung. Ini dimungkinkan dengan dukungan ekstra dari Honda, serta support makin besar dari para partner pendukung, seperti Telkomsel (Simpati Loop), PT Kao Indonesia (Biore), Safe Care, serta Ultra Milk, League, dan Proteam. Bagi pemain basket misalnya. Ketika kehebohan Honda DBL di tingkat SMA makin menggila, jumlah peserta ekstrakurikuler basket di seluruh Indonesia berkembang. Bila dulu satu sekolah hanya perlu menyeleksi tim dari 40 pemain misalnya, kini bisa dari ratusan pemain. Padahal, yang boleh mendaftar di Honda DBL adalah satu tim putra dan satu tim putri per sekolah, dan masing-masing tim hanya 12 orang. Berarti, walau ada puluhan ribu pemain basket terlibat di Honda DBL, mungkin ada ratusan ribu lain (atau jutaan?) yang belum bisa dapat kesempatan tampil di “panggung utama.” Mereka yang tidak bisa tampil itu kini bisa ikut berheboh ria di Honda. DBL. Bersama Telkomsel, kini ada Simpati Loop 3x3 (baca: three-by-three). Dengan hadiah yang tidak kalah heboh, terbang ke Amerika. Elemen lain yang tidak kalah penting dalam perkembangan Honda DBL adalah Dance Competition. Tidak terasa, ini sudah menjadi kompetisi dance team/cheerleader terbesar di tanah air. Karena ingat, setiap tim di Honda DBL harus didampingi satu dance team. Bersama PT Kao Indonesia, ajang ini berevolusi jadi Biore Blossom Dance Competition. Berkembang jadi persaingan tingkat nasional (bukan lagi hanya juara di provinsi masing-masing). Sekolah-sekolah yang tidak ikut kompetisi basket pun sekarang juga diakomodasikan partisipasinya. Juaranya? Bakal jalan-jalan ke Hongkong! Bahkan kompetisi jurnalis sekolah yang selama ini terfokus di Surabaya dan satu-dua kota lain, kini akan diselenggarakan di 14 kota (dan kelak akan bertambah). Dengan pertumbuhan seperti itu, penambahan 10 ribu peserta mungkin bisa dibilang sebagai angka yang konservatif… Dan ini dengan kompetisi basket utama yang terus mencatat sejarah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, para pemain terbaik akan dikumpulkan di Honda DBL Camp, mendapat pelatihan dari coach-coach kelas dunia. Dari situ akan kembali dipilih Honda DBL Indonesia All-Star, tim putra dan putri yang akan belajar dan bertanding di Amerika. Tahun lalu, tim All-Star dari kompetisi ini sudah mencatat sejarah menjadi tim basket Indonesia pertama yang bertanding di gedung NBA! Tepatnya di Sleep Train Arena, markas Sacramento Kings. Semua perkembangan ini memang terkesan massive. Kami sendiri sebagai penyelenggara dan pengelola sampai geleng-geleng kepala dengan rencana ini. Seperti biasa, tim kami akan kerja superkeras untuk memastikan semua berjalan sesuai harapan. Mulai hari ini di Jogjakarta, perkembangan Tahap 3 bergulir… *** Ke mana arah Honda DBL, dan apa dampaknya untuk basket nasional? Ini dua pertanyaan yang jawabannya memang diselimuti kabut, dan kita –khususnya yang terlibat di basket-- harus mau kerja keras untuk menyingkirkan kabut tersebut. Entah ada berapa tahapan yang akan dilalui oleh Honda DBL. Saat ini, dalam hal “pemassalan” basket, mungkin bisa dibilang kalau Honda DBL adalah fondasi utama basket Indonesia. Target paling mudah: Kompetisi ini kelak harus menjangkau semua provinsi di tanah air. Dan secara alami, jumlah pesertanya pun akan terus bertambah. Kami (saya khususnya) yakin, dalam waktu sangat dekat, jumlah penonton Honda DBL yang datang langsung ke stadion akan menembus angka 1 juta orang. Setelah itu? Biarlah bola basketnya menggelinding. Kalau terlalu direncanakan, nanti malah berantakan. Kalau terlalu di awang-awang, nanti jatuhnya malah makin kencang. “The harder you work, the luckier you get” adalah salah satu ungkapan favorit saya. Di dunia ini tidak ada keberuntungan. Dan kesuksesan tidaklah instan. Semakin kita kerja keras, semakin besar keberuntungan yang bisa kita dapat. Untuk basket Indonesia secara keseluruhan, jawabannya semakin sulit dan saya harus sangat hati-hati. Sekali lagi, tidak ada sukses yang instan. Pernah ada media televisi yang mewawancarai saya, membandingkan liga nasional kita (kebetulan saya commissioner-nya juga) dengan NBA. Wah, NBA kan sudah puluhan tahun, sedangkan liga kita (kini Speedy NBL Indonesia) baru memasuki tahun keempat. Kalau kelak bisa raksasa, ya alhamdulillah. Tapi buat saya sekarang, yang penting kerja keras dan kerja keras dulu. Saya bercanda, kalau kita lebih punya waktu daripada NBA. Commissioner NBA David Stern (yang tahun ini pensiun) berusia 42 tahun ketika kali pertama memimpin liga tersebut. Ketika mulai mengelola NBL Indonesia, usia saya baru 32 tahun he he he… Mengenai prestasi internasional juga begitu. Ya, sekarang ada banyak liga basket heboh di tanah air. Fondasi di tingkat remaja terus tumbuh besar (dimotori Honda DBL), sedangkan liga profesionalnya (Speedy NBL Indonesia) berkembang. Tapi itu saja tidak cukup, masih ada “liga tengah” (seperti perguruan tinggi) yang banyak dianggap orang masih amburadul atau minimal mencari bentuk. Menurut saya, basket Indonesia sekarang masih membentuk fondasi baru. Mayoritas pemain di Speedy NBL Indonesia 2013-2014 adalah muda (di bawah 27 tahun). Hampir sepertiganya baru dua tahun tampil di kancah profesional (banyak sekali di antaranya adalah eks bintang Honda DBL). Jadi, menurut saya, kalau fondasi ini bisa dibuat kokoh dan konsisten, kita baru akan menuai hasilnya paling cepat lima tahun lagi. Karena kita masih menunggu kelompok superstar basket berikutnya muncul. Kita bahkan mungkin masih menunggu kelompok superstar selanjutnya itu lahir! Karena baru generasi remaja/anak-anak yang sekarang yang dapat panggung besar untuk berkiprah (seperti Honda DBL). Dan itu membuat mereka termotivasi untuk latihan lebih keras. Berkali-kali kami lihat anak kecil/SD latihan basket, lalu teriak ke kami kalau mereka kelak “Ingin main di DBL!” Dan semakin banyak yang ingin latihan, semakin banyak pula sekolah basket untuk anak-anak yang hidup dan berkembang (sekarang banyak sekali!). Pelatih basket SMA, yang dulu mungkin hanya dibayar dengan nasi bungkus untuk setiap sesi latihan, kini sudah bisa menuntut kontrak dan lain sebagainya. Kami percaya, masa depan basket ini istimewa. Astra Honda Motor, yang rutin melakukan survei tentang Honda DBL, bahkan punya data yang membuat kami sangat yakin dengan masa depan. Menurut survei Honda pada 2013 lalu di 23 kota, melibatkan 2.334 responden (SMP dan SMA), sebanyak 77 persen menjawab suka mengikuti olahraga. Apa olahraga top three? 1. Basket (23 persen). 2. Futsal (19 persen). 3. Sepak Bola (10 persen). Ya, futsal dan sepak bola serupa. Tapi ketika angka futsal dan sepak bola digabungkan, selisihnya tidak jauh beda dengan basket! Angka ini mengukuhkan angka-angka survei sebelumnya, yang terus menempatkan basket sebagai favorit di kalangan anak muda. Ini berarti, basket di masa mendatang punya kans menjadi olahraga nomor satu di Indonesia. Asal pengelolaannya benar dan mau bersabar, itu sangat mungkin terwujud. Dan andai tidak jadi nomor satu pun, minimal basket akan jadi olahraga nomor dua. Apalagi mengingat olahraga lain sekarang kesulitan mencari “fondasi baru” di kalangan anak muda. Tunggu lanjutan catatan ini lagi sepuluh tahun lagi…
Share this:
Tweet
|
Copyright © 2010 PT DBL Indonesia, All rights reserved.
Any commercial use or distribution without the express written consent of DBL Indonesia is strictly prohibited. |