MUDA DAN BERBAHAYA: Pelatih Hangtuah Tondi Raja (kiri) dan Andre Yuwadi dari Stadium menjadi deretan pelatih muda yang cemerlang di championship series. (Foto: Wahyudin / Jawa Pos)
Stadium Jakarta dan Hangtuah Sumsel IM menegaskan bahwa Indihome NBL Indonesia merupakan liga yang keras. Penampilan dua tim tersebut begitu sensasional di championship series. Begitu juga, dua pelatih muda di tim tersebut pantas mendapat respek tinggi.
BAGUS DIMAS, I'IED RIFADIN- Jakarta
---
ANDRE Yuwadi awalnya sangat diragukan. Berangkat dari pelatih fisik dan terbuang dari CLS Knights Surabaya, Andre menjadi head coach Stadium Jakarta pada paro akhir perjalanan pada musim reguler.
Namun, Andre berhasil menghalau suara-suara sumbang dan keraguan banyak pihak terhadapnya. Baru berusia 26 tahun, Andre sukses memimpin Stadium mengeliminasi back-to-back champions M88 Aspac Jakarta pada championship series di Hall Basket Senayan, Jakarta, semalam.
''Luar biasa anak-anak. Mereka mau bermain tenang. Nothing lo lose. Kerja keras mereka hebat,'' kata Andre. ''Saya menghargai pemain atas apa yang mereka lakukan,'' imbuhnya.
Andre memulai kiprahnya di NBL Indonesia pada 2011. Lulus dari Beijing Sports University, Andre menjadi asisten Wan Amran di CLS saat musim pertama NBL pada 2010-2011.
Hampir lima musim berada di sana, Andre bekerja dengan empat pelatih. Namun, pada Januari lalu, dia dilepas CLS. Karena tidak mendapat ''pekerjaan'', dia menerima pinangan Stadium Jakarta untuk menggantikan asisten pelatih Freddy Marcos Gorey.
Namun, di tengah perjalanan, tanpa alasan yang jelas, Stadium tidak mempekerjakan head coach Tri Adnyanaadi Lokatanaya. Andre lantas menjadi nakhoda tim. Meski terseok-seok lolos ke playoff untuk menempati posisi kedelapan, Stadium secara luar biasa bisa menembus semifinal dengan mengalahkan juara bertahan. ''Pemain berlatih dengan sangat keras untuk mencapai ini semua,'' ucap Andre.
Sementara itu, Hangtuah Sumsel IM juga memiliki pelatih muda berbakat bernama Tondi Raja Syailendra. Hangtuah memang tidak bisa lolos ke semifinal, sama dengan Stadium. Namun, permainan yang mereka tunjukkan dengan hanya kalah tiga poin melawan CLS semalam sangat luar biasa.
Hangtuah pulang dengan kepala tegak. Sebab, di bawah Tondi, Hangtuah menjelma sebagai tim kuda hitam yang merepotkan tim-tim papan atas. Capaian yang sangat impresif. Mengingat, musim ini badai cedera silih berganti menghantam pemain-pemain Hangtuah.
Mulai cedera kapten Ary Sapto yang membuatnya baru bisa bermain di championship series hingga kehilangan pemain penting yang lain, Misalnya, Aguh Sunarya, Frida Aris Susanto, dan Toni Sugiharto.
Namun, dengan skuad seadanya, Tondi mampu mengombinasikan pemain muda dengan senior Kekuatan Hangtuah patut diperhitungkan. ''Pemain sudah memberikan penghargaan kepada pengorbanan pemain-pemain yang cedera,'' kata Tondi.
Salah satu yang terlihat menonjol adalah kebebasan yang diberikan peraih gelar magister pendidikan olahraga dari Universitas Negeri Jakarta itu agar pemain Hangtuah percaya diri. Begitu juga, pemain bisa lepas mengeksplorasi kemampuan individu. (*)
Story Provided by Jawa Pos