LINCAH: Pemain Aspac Jakarta, Andakara Prastawa (kanan) dan pemain Pelita Jaya Energi MP Jakarta, Robert Santo Yunarto saat bertanding dalam Speedy NBL Championship Series 2014 di GOR UNY, Yogyakarta. (Foto: Hendra Eka / Jawa Pos)
MENJALANI debut di Speedy NBL Indonesia pada musim 2012-2013, Pras, panggilan Andakara Prastawa, sudah merasakan manisnya hampir semua gelar. Baik individual maupun tim.
Yang paling membanggakan adalah mengantarkan Aspac menjadi juara back-to-back kasta tertinggi basket tanah air itu. Tepatnya pada musim 2012-2013 dan 2013-2014.
Sejumlah award individual melengkapi kehebatan pemain dengan tinggi hanya 172 sentimeter itu. Sebut saja rookie of the year, sixth man of the year, first team, plus kandidat MVP alias pemain terbaik. Di era NBL Indonesia, tidak ada pemain muda yang bisa menorehkan prestasi sebaik Pras!
"Jangan takut mencoba dan jangan takut gagal," kata Pras tentang resepnya menggapai kesuksesan.
Pras mengisahkan, dirinya sebenarnya merasakan kegagalan besar menjelang masuk NBL. Pada PON 2012, dia gagal mengantarkan DKI Jakarta merebut emas. Provinsi yang memiliki tradisi basket kuat itu hanya mampu merebut tempat ketiga.
"Waktu itu rasanya sedih banget. Siapa sih yang ingin gagal?" kenangnya.
Ketika masuk NBL, Pras bertekad menebus kegagalannya di PON. Sesuatu yang sangat sulit untuk diwujudkan pemain yang 16 Agustus lalu genap berusia 22 tahun tersebut. NBL adalah orbital tertinggi basket tanah air yang disesaki talenta terbaik di Indonesia. Belum lagi, Pras harus melawan kelemahan yang ada pada dirinya. Yakni, postur pendek.
Pras mengenang, banyak yang meremehkan dirinya. Baik karena status rookie maupun postur pendek. Namun, itu tidak membuat dirinya keder. Size does matter. Tapi bukan pengaruh buruk, melainkan cambuk untuk tampil lebih hebat.
"Dengan postur pendek, saya bisa lebih mudah membelah defense lawan. Tentunya dengan kecepatan yang saya miliki," jelasnya.
Pras membuat lawan kian pusing tujuh keliling karena punya akurasi tembakan jarak jauh yang sangat bagus. Lawan pun sulit menjaganya. Kombinasi dribbling dan kecepatan plus akurasi tembakan membuat dia sulit dimatikan dengan man-to-man maupun zone defense.
"Memiliki postur pendek justru jadi keuntungan. Waktu itu banyak yang ngeremehin dan jaganya jadi agak longgar. Jadi, ya lebih leluasa untuk menembak tiga angka. Intinya, kalau diremehin, buktiin aja kalau bisa," ungkapnya.
Meski sudah meraih begitu banyak gelar bersama Aspac, Pras belum puas. Terutama di level timnas. Saat tampil di SEA Games Myanmar lalu, dia sadar bahwa level permainannya masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan lawan di Asia Tenggara. Di antara enam pertandingan yang dijalani, timnas basket Indonesia empat kali menelan kekalahan.
"Waktu itu saya mikir, oh... begini ya level SEA Games? Tapi, nggak apa-apa gagal, yang penting udah usaha maksimal. Saya juga masih muda dan masih ada kesempatan lagi untuk membuktikan," tekadnya. (mid/c11/ang)
Story Provided by Jawa Pos