BERSAUDARA: Ali Budimansyah (kiri) dan Tjetjep Firmansyah memberikan instruksi kepada pemain Garuda dalam pertandingan melawan NSH kemarin. (Foto: Farid Fandi / Jawa Pos)
Bergabungnya Tjetjep Firmansyah sebagai pelatih kepala Garuda Kukar Bandung pada awal musim ini membuat staf pelatih tim itu dihuni dua bersaudara. Adik Tjetjep, Ali Budimasyah, menjadi asisten pelatih sejak musim lalu. Bagaimana kolaborasi keduanya?
ARIF R-BAGUS DIMAS, Malang
---
BUKAN kali pertama Tjetjep bekerja sama dengan adiknya. Dulu, ketika era Kobatama, mereka berdua mengantarkan Aspac sebagai juara. Bedanya, saat itu Tjetjep menjadi pelatih, sedangkan adiknya, Budi - sapaan Ali Budimansyah- sebagai pemain.
Sekarang keduanya kembali bekerja sama di Garuda. ''Kerja sama kali ini nggak jauh berbeda dengan sebelumnya (di Aspac, Red). Hanya status saya yang sekarang asisten pelatih,'' kata Budi yang semasa bermain berperan sebagai point guard.
Meski kakak beradik, keduanya berupaya profesional. Bukan hanya di lokasi latihan, melainkan juga di luar lapangan. ''Kalau membicarakan basket, ya pas latihan, atau sewaktu kompetisi seperti ini,'' terang Budi. Kalau di rumah bersama keluarga, keduanya jarang membicarakan basket.
Berkolaborasi dengan sang kakak, menurut Budi, ada banyak pelajaran yang didapat sebagai seseorang yang baru menekuni dunia kepelatihan. Sebelumnya, Budi juga pernah bekerja sama dengan Rastafari Horongbala dan A.F. Rinaldo.
''Setiap pelatih yang pernah bekerja sama mempunyai karakter berbeda. Namun, Tjetjep sangat detail dalam merancang kerangka tim,'' kata pria kelahiran 25 Desember 1975 itu.
Menurut Tjetjep, ada perbedaan sangat signifikan antara ketika bekerja sama saat Budi bermain dan sekarang. ''Kalau dulu, sebagai pemain, dia harus nurut dengan sistem saya. Sekarang dia sebagai asisten saya. Kami lebih banyak berdiskusi,'' ujar Tjetjep.
Budi menuturkan, Tjetjep sangat fair saat berdiskusi soal basket dan taktik. Dia mau menerima argumen asalkan dasarnya kuat. ''Ketika melawan Pelita Jaya, dia (Tjetjep) ingin memainkan Yayak (Muhammad Dhiya Ul'Haq). Tetapi, saya bilang Rizal (Muhammad Rizal Falconi) lebih tepat. Sebab, dia lebih berpengalaman dengan tensi game seperti itu,'' terang Budi.
Adapun menurut Tjetjep, Budi merupakan sosok yang berbakat sebagai pelatih. Apalagi, latar belakang dia adalah pebasket top pada eranya. Itu tidak berarti Budi tanpa kekurangan sebagai pelatih. ''Di situ perbedaan dia dengan saya. Sebab, latar belakang pendidikan saya memang olahraga. Saya terbiasa dengan manajemen latihan dan semacamnya, sementara Budi masih kurang dalam hal itu,'' tutur pelatih 51 tahun itu.
Untuk itu, salah satu tugas yang diberikan Tjetjep kepada Budi ialah membantu mengembangkan point guard muda yang dimiliki Garuda. Pengalaman Budi sebagai point guard, menurut Tjetjep, akan sangat membantu tim.
Selain Wendha Wijaya, point guard Garuda memang belum maksimal. Skill Jonathan Elyaday Latuhihin dan Permadi Ario Damar masih perlu dikembangkan. ''Saya memang berfokus ke itu (pengembangan point guard muda). Saya sering berdiskusi dengan Tjetjep soal itu. Saya juga menambahi apa yang menurut saya perlu selama tidak melenceng dari apa yang diinginkan Tjetjep,'' terang Budi. (*/c4/ham)
Story Provided by Jawa Pos