PEMBUKTIAN: Suhandy (tengah) pernah dilarang orang tuanya terjun di basket profesional. Kini dia menjadi andalan utama Hangtuah. (Foto: Boy Slamet/Jawa Pos)
Meski baru menjalani musim pertama dalam IndiHome NBL Indonesia musim ini, small forward Hangtuah Sumsel IM Suhandy langsung menjadi pemain penting. Padahal, dia sempat tidak berpikir bermain basket profesional.
BAGUS DIMAS-ARIF R., Surabaya
---
SENYUM mengembang di wajah Suhandy saat dirinya memasuki ruang ganti di DBL Arena Surabaya kemarin (21/1). Hangtuah Sumsel IM memulai laga di Surabaya dengan kemenangan atas NSH GMC GSBC Jakarta 79-58.
Laga tersebut terasa lebih istimewa karena pemain kelahiran Pangkalan Brandan itu mencetak double digit point. Dia mengemas 11 poin, 5 rebound, dan 2 assist. Pemain bertinggi 186 cm tersebut terproduktif kedua dalam pertandingan kemarin.
Saat ini Suhandy juga menjadi rookie paling subur dalam IndiHome NBL Indonesia dengan raihan 65 poin dari 10 kali tanding. Bagi dia, itu tidak lepas dari peran pelatih Hangtuah Tondi Raja Syailendra. Tondi-lah yang menceplungkan Suhandy ke dunia basket profesional.
Sejak duduk di bangku SMA Ananda Batam pada 2006, Suhandy ditangani pelatih termuda di NBL tersebut. ''Hanya dua bulan. Sebab, Bang Tondi mesti balik ke Jakarta,'' jelas Suhandy kepada Jawa Pos.
Dalam waktu singkat, banyak pelajaran penting yang didapat Suhandy, khususnya soal fundamental dalam bermain basket. Dasar memang sudah jodoh, keduanya bereuni kembali ketika Suhandy memperkuat Universitas Esa Unggul Jakarta dalam Liga Mahasiswa pada akhir 2009. Posisi pelatih tim yang lowong pasca ditinggal Rifky Antolyon diisi Coach Tondi.
Sejak saat itu Universitas Esa Unggul tidak pernah lepas dari posisi lima besar dan pemain berumur 22 tahun tersebut turut berkembang di dalamnya. Puncaknya adalah saat Suhandy membantu Esa Unggul menjadi runner-up Liga Mahasiswa pada 2013-2014.
Semestinya pemain yang besar di Batam itu bisa saja melakoni debut lebih awal di NBL. Tepatnya ketika Suhandy mengikuti seleksi rookie di Stadium Jakarta pada 2010. Dia dan pemain Stadium saat ini, Evin Istianto Hadi, termasuk pemain yang lolos seleksi.
Namun, keputusan sang ibunda, Tju In, yang menentang keras anaknya untuk terjun di dunia basket profesional membuat debut tersebut urung terjadi. ''Karena takut cedera dan masa depan di basket tidak pasti. Apalagi waktu itu belum lulus kuliah,'' ujarnya.
Setelah penolakan tersebut, fokusnya saat itu hanya akan bermain basket hingga level liga kampus. Turun di liga basket profesional sama sekali tidak tebersit meski keinginan itu ada. ''Sebab, saya yakin, orang tua saya nggak akan memberikan izin sama sekali,'' ungkap dia.
Situasi tersebut berubah awal musim ini. Keputusan Hangtuah Sumsel IM untuk menggunakan jasa Coach Tondi sebagai pelatih kepala membuat Suhandy ditarik menjadi salah seorang rookie pilihan. Sadar bahwa orang tua Suhandy akan kembali menolak tawaran, General Manager Hangtuah Ferri Jufry bergerak cepat. Ferri lantas bernegosiasi langsung dengan keluarga Suhandy di Batam.
Hangtuah beruntung karena kali ini sikap orang tua Suhandy melunak. Mereka merestui Suhandy bermain di liga profesional. Banyak faktor yang mendukung. Selain karena Suhandy sudah lulus kuliah, faktor Coach Tondi besar. ''Saya bermain di NBL juga sebagai bentuk balas budi kepada Bang Tondi yang telah banyak membantu saya sampai seperti ini,'' tuturnya.
Tumbuh dan besar di Batam, Suhandy ingin sehebat pemain kawakan asal Batam lainnya, Andy ''Batam'' Poedjakesuma. Namun, banyak pekerjaan rumah yang dirasa kurang dalam dirinya.
''Tentu saja ingin. Tapi, saya masih banyak kekurangan. Salah satunya adalah shooting saya masih belum baik. Itu juga yang terus pelatih ingatkan,'' terangnya. (*/c14/ham)
Story Provided by Jawa Pos